Sesekali mobil
berhenti. Entah di rest area hanya
untuk makan siang dan sholat atau berhenti untuk membeli beberapa DVD film dan musik
agar tak terlalu suntuk di dalam mobil.
Setelah lebih
kurang 5 jam perjalanan, akhirnya kami melihat birunya lautan. Langit sudah
mulai menjingga. Bulatan kemerahan itu sudah hampir mencium ujung laut. Terasa seperti
kami mengejarnya dengan sangat lamban. Lama sekali. Sampai matahari itu
tenggelam, kami pun belum sampai di tempat tujuan. Tujuan? Memangnya kami punya
tujuan? Haha.. Tidak sama sekali. Ya, benar sekali. Kami pergi tanpa tujuan. Tujuan
kami hanya berlibur ke pantai. Tapi tidak tahu akan tidur di mana, makan apa,
dan melakukan apa..
Rasanya kecewa
tidak melihat sunset secara langsung
di pantai. Kami hanya bisa menikmatinya melalui jendela mobil yang terus
berjalan. Widya pun mempunyai ide untuk menginap di salah satu hotel yang dulu
ia pernah kunjungi dengan teman-temannya.
Saat langit
benar-benar gelap, kami pun sampai di hotel itu. Dengan ‘kocek’ pas-pasan, kami
check-in dengan hanya memesan 2
kamar. Satu kamar untuk laki-laki dan satu yang lain untuk perempuan.
Bukannya
beristirahat setelah lelah menempuh perjalanan yang sangat panjang, kami
langsung pergi ke pantai yang berada tepat di depan Wira Carita Hotel. Dengan menginap di
hotel itu, kami mempunyai akses langsung ke pantai tanpa harus membayar lagi.
Alan, Adit, dan
mas Bayu langsung menceburkan diri ke laut yang terlihat sangat seram di malam
hari di tambah dengan ombak dan angin yang lumayan besar. Sementara kami yang
perempuan berfikir dua kali untuk menceburkan diri. Dan akhirnya hanya
berfoto-foto ria sambil menikmati angin laut dan ribuan bintang di atas kami.
Belum lama kami
menikmati pantai di malam hari, kami ditegur satpam yang menjaga pintu masuk
pantai. Menegur teman-teman kami yang terlihat terlalu jauh ke lautan. Rupanya mereka takut terjadi
apa-apa dengan kami.
Setelah puas dan
merasa kedinginan, kami kembali ke hotel untuk beristirahat. Menyimpan energi
untuk esok hari yang pasti akan sangat menyenangkan.
Teman laki-laki
kami tidak bisa masuk kamar. Ternyata kuncinya hilang di pantai yang saat itu
dikantongi oleh mas Bayu. Kami pun harus membayar denda sebesar seratus ribu
karena telah menghilangkan kunci. Dengan kunci cadangan yang disediakan pihak
hotel, mereka bisa masuk ke kamar dan beristirahat.
Pagi hari usai
sholat subuh, kami para wanita kembali menuju pantai untuk melihat matahari
terbit. Sedangkan yang lelaki masih tidur di kamar mereka. Sambil menunggu
matahari terbit, kami berfoto-foto dengan laut yang masih sejuk dan pasir yang
sangat halus. Setelah menunggu lama, matahari tak kunjung terbit tapi langit
sudah terang. Kami pun menyadari bahwa arah matahari terbit tidak di sini. Tidak
mungkin matahari terbenam dan terbit dari arah yang sama.
Dengan perasaan
kecewa, kami kembali ke hotel untuk sarapan. Sebelumnya kami membeli sarapan
dulu di warung dekat hotel. Sampai di hotel, teman lelaki kami masih tidur.
Setelah semua selesai sarapan, kami siap
kembali ke pantai bertarung dengan ombak-ombak di sana. Pantai ini
tidak ramai. Kami jadi leluasa bermain di sini.
Hal
pertama yang kami lakukan adalah langsung menceburkan diri ke air dan
pasrah oleh terjangan ombak. Anggi yang katanya sedang tidak mood bermain air lebih memilih menato lengannya dan menjadi fotografer kami.
Sedangkan Lia yang memiliki penyakit asma rela mengubur dirinya di dalam pasir untuk pengobatan. Sementara yang lain sibuk menulis nama akun twitter dan nama pasangan di pasir..
Beberapa saat kemudian datang beberapa orang orang yang menawarkan wahana Banana Boat. Awalnya kami memang ingin sekali bermain wahana itu tapi ternyata harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan kantong kami. Sebenarnya harga itu sudah murah, tetapi kami lah yang hanya membawa uang seadanya sehingga terasa mahal. Tapi rupanya orang-orang itu tidak menyerah menawarkan kepada kami, sehingga kami pun akhirnya menerima tawaran itu.
Sebelum bertempur, kami harus mempersiapkan segala sesuatunya seperti memakai pelampung dan berdoa. Dengan perasaan senang campur deg-degan kami menaiki kapal kecil dan membawa kami ke tangah lautan untuk mencapai Banana Boat. Tiga kali kami dihempas ke lautan yang sangat dalam dengan kode tikungan yang sangat tajam.
Tidak terasa hari sudah semakin siang dan kulit kami sudah semakin kecoklatan. Kami harus segera kembali ke Bekasi. Tempat di mana kami seharusnya berada. Ya, kami memang seharusnya tidak di sini tapi di kampus Unisma untuk mengurus P2MB.
Ini adalah liburan nekat. Kalau tidak nekat hari ini, kapan lagi?
Sedangkan Lia yang memiliki penyakit asma rela mengubur dirinya di dalam pasir untuk pengobatan. Sementara yang lain sibuk menulis nama akun twitter dan nama pasangan di pasir..
Beberapa saat kemudian datang beberapa orang orang yang menawarkan wahana Banana Boat. Awalnya kami memang ingin sekali bermain wahana itu tapi ternyata harga yang ditawarkan tidak sesuai dengan kantong kami. Sebenarnya harga itu sudah murah, tetapi kami lah yang hanya membawa uang seadanya sehingga terasa mahal. Tapi rupanya orang-orang itu tidak menyerah menawarkan kepada kami, sehingga kami pun akhirnya menerima tawaran itu.
Sebelum bertempur, kami harus mempersiapkan segala sesuatunya seperti memakai pelampung dan berdoa. Dengan perasaan senang campur deg-degan kami menaiki kapal kecil dan membawa kami ke tangah lautan untuk mencapai Banana Boat. Tiga kali kami dihempas ke lautan yang sangat dalam dengan kode tikungan yang sangat tajam.
Tidak terasa hari sudah semakin siang dan kulit kami sudah semakin kecoklatan. Kami harus segera kembali ke Bekasi. Tempat di mana kami seharusnya berada. Ya, kami memang seharusnya tidak di sini tapi di kampus Unisma untuk mengurus P2MB.
Ini adalah liburan nekat. Kalau tidak nekat hari ini, kapan lagi?
0 komentar:
Posting Komentar